Penjelasan Hadits Tentang Keutamaan Sedekah
Bersama Pemateri :
Syaikh `Abdurrazzaq bin `Abdil Muhsin Al-Badr
Penjelasan Hadits Tentang Keutamaan Sedekah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Kifayatul Muta’abbid wa Tuhfatul Mutazahhid. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 6 Rabbi’ul Awwal 1441 H / 03 November 2019 M.
Download mp3 kajian sebelumnya: Keutamaan Puasa Asyura, Muharram dan Ramadhan
Kajian Islam Ilmiah Penjelasan Hadits Tentang Keutamaan Sedekah
Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصبِحُ العِبادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلانِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَيَقُولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
“Tidak ada hari kecuali setiap hari tersebut ada dua malaikat yang turun setiap pagi dan berkata salah seorang diantara mereka, ‘Ya Allah berilah ganti bagi orang yang berinfaq‘, dan berkata malaikat yang lain, ‘berilah kebinasaan bagi orang yang kikir.`” (HR. Bukhari dan Muslim)
Penjelasan Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr
Perkataan penulis kitab ini, “keutamaan bersedekah”. Arti sedekah yaitu sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang dari hartanya karena menginginkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan sedekah adalah salah satu amalan yang paling mulia, juga orang-orang yang bersedekah akan mendapatkan pahala di dunia dan di akhirat. Di dunia mereka akan mendapatkan keberkahan dalam kehidupan mereka, dalam harta mereka, juga di akhirat Allah Subhanahu wa Ta’ala menyiapkan untuk mereka pahala yang besar dan tempat kembali yang baik.
Dinamakan sedekah dengan “sedekah” karena diambil dari kata (الصِّدق). Karena seorang yang mengeluarkan sedekah berarti dia membenarkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala janjikan dari pahala untuk orang yang bersedekah. Juga menunjukkan benarnya iman seseorang. Dan hal ini dijelaskan oleh sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ
“Dan sedekah adalah bukti.” (HR. Muslim)
Yaitu bukti benarnya keimanan seseorang.
Penulis kitab ini Rahimahullah mengumpulkan dalam bab ini beberapa hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan bersedekah dan besarnya pahala yang disiapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan beliau memulai dengan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dalam hadits tersebut ada anjuran untuk bersedekah setiap hari. Yaitu ada motivasi bagi seseorang untuk setiap hari bersedekah. Karena dua malaikat tersebut turun setiap hari dan mereka juga berdoa setiap hari. Maka hadits ini memotivasi kita semua untuk bersedekah setiap hari.
Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Salah satu dari dua malaikat tersebut berdoa, ‘Ya Allah berilah ganti untuk orang yang berinfaq.” Yaitu orang yang menginfaqkan hartanya maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menggantinya dengan kebaikan.
Oleh karena itu orang yang rajin berinfaq ia mendapatkan keberkahan dalam hartanya sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah tidak akan mengurangi harta.” (HR. Tirmidzi)
Baca juga: Sedekah Tidak Mengurangi Harta – Ceramah Singkat Tentang Sedekah
Dan termasuk dalam hal ini nafkah untuk ketaatan-ketaatan, nafkah untuk anak-anak, nafkah untuk tamu, nafkah untuk orang miskin, orang untuk orang-orang fakir, karena semua yang diinfaqkan oleh seseorang untuk anaknya, untuk istrinya dari makanan, minuman, pakaian, jika ia mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala maka semua itu termasuk sedekah. Juga apa yang diinfaqkan oleh seorang untuk kebutuhan orang-orang fakir, orang-orang miskin dan apa yang mereka sedekahkan untuk tetangga-tetangga mereka, semua termasuk dalam hadits ini yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memotivasi kita untuk menginfaqkan harta-harta tersebut.
Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Malaikat yang lain berkata, “Ya Allah berilah kebinasaan bagi orang yang kikir.” Maksudnya di sini adalah kebinasaan pada hartanya. Dan kebinasaan untuk harta ada dua macam; yang nampak dan yang tidak nampak. Adapun yang nampak yaitu hartanya tertimpa musibah. Bisa jadi hilang, bisa jadi terbakar, dicuri atau diambil oleh orang lain dengan cara yang dzalim. Adapun yang tidak nampak yaitu harta tersebut ada namun tidak ada berkahnya sama sekali sehingga dia tidak bisa mengambil manfaat dari harta tersebut.
Maka doa kebinasaan untuk harta orang yang kikir mencakup hilangnya berkah dari harta tersebut juga binasanya harta tersebut dengan berbagai musibah. Dan doa kepada orang yang kikir dalam hadits ini menunjukkan bahwasanya yang dimaksud dengan hadits di sini yaitu nafkah yang wajib. Karena nafkah ada dua macam; nafkah yang wajib dan nafkah yang tidak wajib (dianjurkan).
Dan mendoakan kehancuran atau kebinasaan untuk harta seseorang tidak diperbolehkan kecuali jika ia melalaikan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan atasnya. Adapun nafkah yang disunnahkan atau dianjurkan, jika seseorang bersedekah dengan hal tersebut maka ia akan mendapatkan pahala, namun jika ia tidak melakukannya maka dia tidak akan dihukum oleh Allah dan tidak berhak untuk didoakan agar hartanya binasa.
Maka –wallahu a’lam– yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah nafkah yang wajib seperti nafkah untuk istri, untuk anak, juga seperti mengeluarkan zakat yang wajib dan semacamnya dari nafkah-nafkah yang wajib. Karena orang yang tidak mengeluarkan apa yang Allah wajibkan atasnya maka ia berhak untuk mendapatkan doa setiap hari dari dua malaikat agar hartanya binasa.
Kemudian sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لاَ يَتَصَدَّقُ أَحَدُكُمْ بِتَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ إِلاَّ أَخَذَهَا اللَّهُ تعالى بِيَمِينِهِ، فَيُرَبِّيهَا كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ، أَوْ قَلُوصَهُ، حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ أَوْ أَعْظَمَ
“Tidaklah salah seorang diantara kalian bersedekah dengan satu biji kurma dari sumber penghasilan yang baik kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengambilnya dengan tangan kananNya kemudian Allah memeliharanya sebagaimana salah seorang diantara kalian memelihara anak kudanya atau anak untanya sampai seperti sebesar gunung atau lebih besar lagi.”
Penulis kitab ini Rahimahullah menyebutkan hadits ini dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian bersedekah dengan satu biji kurma dari hasil pekerjaan yang baik.” Dalam hadits-hadits yang lain ada tambahan lafadz:
وَلاَ يَقْبَلُ الله إلاَّ الطَّيِّبَ
“Dan Allah tidak akan menerima kecuali yang baik.”
Juga dalam sebagian hadits yang lain ada tambahan:
لَا يَتَصَدَّقُ أَحَدٌ بعدل تَمْرَةٍ
“Tidaklah salah seorang diantara kalian bersedekah sebesar satu biji kurma.”
Maka dua riwayat ini menjelaskan bahwasanya barangsiapa yang bersedekah dengan satu biji kurma atau sebanding dengan satu biji kurma dari makanan atau minuman atau uang atau semacamnya, maka hadits ini tidak khusus satu biji kurma. Akan tetapi yang dimaksud adalah barang siapa yang bersedekah dengan satu biji kurma atau yang sebanding dan seharga dengan satu biji kurma. Maka yang dimaksud di sini adalah barangsiapa yang bersedekah dengan sesuatu yang sedikit sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melipatgandakan untuk orang yang bersedekah tersebut dan Allah akan memelihara pahala bersedekah dengan satu biji kurma atau sebanding dengan satu biji kurma sampai sedekah tersebut seperti sebesar gunung pada hari kiamat. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memeliharanya, mengembangkannya untuk orang yang bersedekah dengan hal tersebut.
Maka di sini ada makna bahwasanya pahala sedekah itu dilipatgandakan dan bahwasanya orang yang bersedekah akan mendapatkan berkah dan akan bertambah besar pahalanya bagi orang yang mengeluarkan hartanya dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan pada hari kiamat ia akan mendapatkan pahala tersebut berlipat ganda.
Jika satu biji kurma atau yang sebanding dengan satu biji kurma pada hari kiamat nanti seorang akan mendapatkannya seperti yang menginfakkan satu gunung, maka bagaimana dengan orang yang bersedekah dengan berbagai macam sedekah yang ia mengharapkan pahala dari Allah subhanahu wa Ta’ala.
Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Dari penghasilan yang baik.” Di sini ada syarat yang menunjukkan bahwasanya nafkah yang yang dihasilkan dari penghasilan yang tidak baik maka tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata setelahnya, Dan Allah ‘Azza wa Jalla tidak akan menerimanya kecuali yang baik.”
Dan dengan syarat ini maka kita ketahui bahwasanya nafkah tersebut harus diberikan dari penghasilan yang baik. Yaitu harta tersebut dia dapatkan dari cara yang halal. Adapun jika ia mendapatkan harta tersebut dari berbuat curang atau riba atau dia curi atau selainnya dari jalan-jalan yang haram atau cara-cara yang haram, maka berarti harta tersebut tidak baik dan tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala karena Allah tidak menerima kecuali yang baik.
Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kananNya.” Ini menunjukkan penetapan tangan kanan bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَا قَدَرُوا اللَّـهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ ﴿٦٧﴾
“Mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenarnya dan seluruh bumi berada di genggamanNya pada hari kiamat dan langit-langit di tangan kananNya, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar[39]: 67)
Dan kaidah menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwasanya nash-nash yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala harus diimani sebagaimana nash tersebut tertera dan seorang harus menjauhi dari cara-cara dan jalan jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang mentakwil atau orang-orang yang menyelewengkan nash-nash tersebut yang mereka berusaha untuk memutar balik dalil-dalil sifat dan memalingkan dari dzahirnya bahkan menjauhkan dari makna yang seharusnya. Mereka menganggap bahwasannya dengan hal tersebut mereka mensucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Padahal Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mengucapkan hal ini, beliaulah yang kita harus contoh dalam mensucikan Allah ‘Azza wa Jalla. Dan cukuplah bagi seorang muslim mendengarkan hadits-hadis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mengimani sebagaimana hadits-hadits tersebut tertera dan tidak menyibukkan diri memalingkan hadits itu kepada makna-makna yang jauh yang mereka dengan hal tersebut ingin mensucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka kita mengatakan sebagaimana apa yang diucapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Kecuali Allah akan mengambil dengan tangan kananNya.” Dan ini menunjukkan tingginya kedudukan sedekah. Dan juga wajib dalam hal ini kita mensucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari tamtsil (menyamakan Allah dengan makhlukNya) karena Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada yang sama dengan Allah dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura`[42]: 11)
Juga firman Allah:
وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤﴾
“Tidak ada seorangpun yang sama atau setara denganNya.” (QS. Al-Ikhlas[112]: 4)
Juga firman Allah:
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
“Apakah engkau mengetahui ada yang sama dengan Allah?” (QS. Maryam[19]: 65)
Dan tidak boleh terbetik di pikiran seseorang bahwasanya sifat Allah seperti sifat makhlukNya. Karena sifat-sifat Allah yang disandarkan kepada Allah sesuai dengan kemuliaan dan keagunganNya. Dan kaidah yang disebutkan para ulama dalam bab ini yaitu ketika diidhafahkan sesuatu kepada hal yang lain maka itu menunjukkan takhsis (pengkhususan). Maka apa yang disandarkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari sifat-sifat, maka itu khusus bagi Allah dan sesuai dengan kesempurnaan dan keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun yang disandarkan kepada para makhluk dari sifat-sifat, maka sesuai dengan kelemahan dan kekurangan mereka. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala disucikan dari yang sama dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu tidak ada yang setara dan sebanding dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firmanNya:
فَلَا تَضْرِبُوا لِلَّـهِ الْأَمْثَالَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿٧٤﴾
“Janganlah kalian mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, sesungguhnya Allah mengetahui dan kalian tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl[16]: 74)
Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memeliharanya sebagaimana salah seorang diantara kalian memelihara anak kudanya atau anak untanya sampai seperti menjadi sebesar gunung atau lebih besar lagi.” Tentunya anak-anak kuda ini punya kedudukan yang tinggi bagi pemiliknya. Karena anak-anak kuda tersebut disiapkan untuk hal-hal yang besar, untuk melawan musuh dan untuk berperang. Maka mereka memperhatikan anak-anak kuda tersebut lebih dari perhatiannya kepada binatang ternak yang lain. Karena ada perhatian khusus, ada pemeliharaan khusus untuk anak-anak kuda. Maka di sini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengkhususkan anak kuda ini atau bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala memelihara pahala tersebut seperti seorang memelihara anak kudanya. Adapun anak-anak unta, ini juga tentu sangat disukai oleh para pemilik unta tersebut.
Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Sampai sedekah kurma tersebut menjadi seperti sebesar gunung atau lebih besar lagi.” Ketika seorang bersedekah dengan satu biji kurma atau yang seharga dan sebanding dengannya, maka pahalanya akan seperti gunung. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memeliharanya sampai pada hari kiamat pahala tersebut seperti sebesar gunung. Maka hadits yang agung ini, hadits yang penuh berkah ini menunjukkan keutamaan bersedekah. Bahkan seandainya sedekah tersebut hanya sesuatu yang sedikit. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
لا تَحقِرَنَّ مِنَ المَعْرُوف شَيْئًا
“Janganlah engkau menganggap remeh satu kebaikan sedikitpun.”
Maka janganlah kalian meremehkan bersedekah dengan satu riyal atau satu potong roti atau satu kotak susu atau satu biji kurma. Karena apabila seorang bersedekah dengan hati yang bersih, dari penghasilan yang baik, mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah akan memeliharanya sampai pada hari kiamat nanti ia dapati seperti sebesar gunung atau lebih besar lagi.
Kemudian penulis kitab ini Rahimahullah mengatakan: Dan sahabat Kharitsah bin Wahab Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan beliau mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ُتَصَدَّقُوا! يُوشِكُ الرَّجُلُ يَمْشِي بِصَدَقَتِهِ، فَيَقُول الَّذِي أُعْطِيَهَا: لَوْ جِئْتَ بِهَا بِالْأَمْسِ قَبِلْتهَا، فَأَمَّا الْآنَ فَلَا حَاجَةَ لِي بِهَا، فَلَا يَجِد مَنْ يَقْبَلُهَا
“Bersedekahlah! karena hampir saja seorang laki-laki berjalan membawa sedekahnya, kemudian berkata orang yang diberikan sedekah tersebut: seandainya engkau datang kemarin maka aku akan menerima sedekahmu, adapun hari ini maka saya tidak butuh lagi, maka orang yang ingin bersedekah tersebut tidak mendapatkan orang yang ingin menerimanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Penulis kitab ini Rahimahullah menyebutkan hadits ini dalam memotivasi kita untuk bersedekah dan memanfaatkan waktu atau kesempatan sebelum tidak ada lagi kesempatan. Dan ini adalah salah satu cara memotivasi seseorang untuk bersedekah. Yaitu memanfaatkan waktu-waktu untuk bersedekah. Karena betapa banyak orang yang menunda kesempatan yang baik untuk bersedekah namun ia tidak memanfaatkan waktu tersebut. Sehingga ia kehilangan kesempatan untuk bersedekah.
Syaikh menceritakan bahwasanya ada seorang yang terpercaya menyebutkan bahwasannya ada salah satu orang kaya yang diminta untuk bersedekah membangun masjid besar yang membutuhkan dana 3 juta riyal. Ia setuju dengan permintaan tersebut kemudian ia mengatakan untuk disiapkan gambarnya dan yang lainnya dan ia akan menjamin semua dana pembangunan masjid tersebut. Akan tetapi ia tidak segera membayarkan uang tersebut. Ia hanya bersiap untuk membayar. Kemudian ia sakit dan meninggal setelah itu. Kemudian orang yang mengajaknya untuk bersedekah berkata kepada ahli warisnya bahwasannya bapak kalian telah menyetujui pembangunan masjid tersebut dan akan menyiapkan dananya dan kalian telah mewariskan harta yang sangat banyak. Maka bapak kalian mengatakan bahwasanya dia siap untuk membangun masjid tersebut dan menyuruh saya untuk menyiapkan gambar dan selainnya dan sekarang saat ini sudah siap. Maka para ahli warisnya bermusyawarah namun setelahnya mereka tidak memberikan sedikitpun kepada orang tersebut kecuali salah satu di antara mereka hanya memberikan 2.000 riyal dan mengatakan, “Ini dari saya.”
Maka manfaatkan waktu bersedekah ketika terbuka kesempatan untuk seorang, ini adalah kesempatan yang sangat baik. Dan apabila terbuka kesempatan saat ini, maka bisa jadi besok tidak ada lagi kesempatan. Sebagaimana dalam ashar dari sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhu beliau mengatakan:
لاَ تَدْرِي يَا عَبْدَ اللَّهِ مَاذَا يَكُونُ اسْمُكَ غَدًا
“Wahai hamba Allah, kamu tidak mengetahui besok kamu jadi apa.” (Riwayat Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Maksudnya adalah apakah kamu masih hidup atau kamu sudah mati. Maka memanfaatkan kesempatan bersedekah ketika telah terbuka kesempatan itu. Ini adalah perkara yang sangat penting, tidak boleh seorang melalaikan hal ini. Dan hadits ini memotivasi kita untuk memanfaatkan waktu bersedekah ketika kesempatan tersebut terbuka. Karena bisa jadi akan datang suatu hari yang tidak ada lagi kesempatan untuk bersedekah bahkan bisa jadi seorang menunda bersedekah sampai umurnya menjadi tua kemudian ia menjadi pikun maka anak-anaknya pun menghalangi dia untuk membelanjakan hartanya pada hartanya ada namun ia tidak mampu untuk mensedekahkan hal tersebut karena telah dihalangi dari membelanjakan harta tersebut.
Maka pada intinya adalah seorang hamba tidak seyogyanya untuk menunda sedekah. Sebaliknya ia harus bersegera untuk bersedekah, manfaatkan waktu sebelum waktu tersebut tertutup dan dianjurkan juga untuk seseorang selalu bersedekah setiap hari dan ia mengharapkan juga pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala atas apa yang ia infaqkan untuk istrinya, keluarganya, dari makanan, minuman, pakaian dan kendaraan.
Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Bersedekahlah! Karena hampir saja seorang laki-laki berjalan membawa sedekahnya kemudian berkata orang yang diberikan sedekah tersebut, ‘Seandainya kamu datang kemarin maka saya akan menerimanya`”. Perhatikan perbedaan antara kesempatan untuk bersedekah dan hilangnya kesempatan tersebut hanya satu hari. Maka di sini ada anjuran untuk segera bersedekah ketika terbuka kesempatan tersebut. Karena bisa jadi terbuka kesempatan hari ini dan besok tidak terbuka lagi. Bisa jadi ada sebab-sebab yang menghalangi seseorang untuk bersedekah. Diantaranya adalah bisa jadi pada hari ini kita bersemangat untuk bersedekah -karena hati kita terkadang semangat terkadang hilang semangatnya- dan bisa jadi besok kita kemudian tidak bersemangat lagi untuk bersedekah karena kadang seseorang memikirkan anak-anaknya sehingga dia pun menjadi berat untuk mengeluarkan hartanya. Dan juga bisa jadi harta yang banyak pada hari ini besok tidak banyak lagi, dan bisa jadi besok juga kita tidak mendapatkan seorang fakir yang bisa kita berikan sedekah tersebut juga sebab-sebab yang lain yang sangat banyak yang bisa menghalangi kita untuk bersedekah.
Downlod MP3 Ceramah Agama Penjelasan Hadits Tentang Keutamaan Sedekah
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47944-penjelasan-hadits-tentang-keutamaan-sedekah/